crosz punk rock

Selasa, 14 April 2009

Artikel: Style is Individual

Ini isu basi sebenarnya. Tidak perlu terlalu lama menjelajahi internet untuk menemukan pertanyaan tentang Style Vs Style dalam berbagai forum diskusi seni beladiri (Karate Vs Kungfu menang siapa? Silat Vs Gulat siapa yang kalah? Dst dst...). Tulisan ini sekedar ingin menegaskan ulang saja bahwa STYLE IS INDIVIDUAL.

Sesungguhnya yang namanya ”style” alias ”aliran” senibeladiri, pada tingkat aplikasi ujung-ujungnya bergantung pada sang individu dan sangat individual sifatnya.
Lebih berabe-nya lagi, masing-masing individu adalah unik bagaikan molekul salju yang walau sama cantik, tapi pasti berbeda satu sama lain.

Style masing-masing individu dalam meng-ekspresikan seni beladiri-nya sudah pasti berbeda satu sama lain. Tergantung postur tubuh, kelincahan, orientasi, kesukaan, bahkan suasana hati. Menyadari hal itu, menjadi mustahil untuk membanding-bandingkan style/aliran yang satu dengan yang lainnya.

Kalau mau agak revolusioner sedikit, sesungguhnya style/aliran malah mengkotak-kotakkan manusia. Dalam salah satu pemikirannya Bruce Lee pernah berkata:

Styles tend to not only separate men - because they have their own doctrines and then the doctrine became the gospel truth that you cannot change. But if you do not have a style, if you just say: Well, here I am as a human being, how can I express myself totally and completely? Now, that way you won't create a style, because style is a crystallization. That way, it's a process of continuing growth.(Bruce Lee)

Kritik keras terhadap terbentuknya aliran ialah bahwa dalam aliran itu bisa ada doktrin yang kerap malah menjadi kebenaran mutlak yang seolah abadi. Teknik ataupun metode yang benar buat sang pencipta aliran seolah pasti manjur dan cocok bagi setiap pengikutnya di berbagai tempat dan waktu. Perbedaan-perbedaan yang sebenarnya manusiawi malah berpotensi menimbulkan cekcok dan pertengkaran saling mengaku benar sendiri.

Oleh karena itu dalam mempelajari suatu style/aliran, kita harus benar-benar mendalami setiap pelajaran yang diberikan. Kita harus sadar keunikan yang dimiliki ataupun dihadapi oleh sang pencipta aliran. Bagaimana situasi masyarakat tempat asal sang aliran tersebut, bagaimana postur tubuh sang guru besar, bagaimana pembawaan sifat ataupun filosofi hidup beliau, bagaimana pola berkelahi masyarakat pada saat itu, bagaimana cara berpakaian, persenjataan dll. Absorb what’s useful, reject what’s useless, and add what is specifically your own!

Style juga punya kecenderungan untuk dijadikan “tempat bersembunyi” bagi sebagian praktisi seni beladiri dengan hanya mengandalkan nama besar aliran. Ada sebagian orang yang tidak sepadan antara kebanggaan aliran dan kemampuan diri yang sesungguhnya.

Tapi mungkin ide menghilangkan style terlalu utopis. Bagaimanapun juga manusia pasti akan berkelompok sesuai dengan kepentingan dan keyakinannya masing-masing. Belum lagi kalau bicara tentang perlunya suatu jenjang pendidikan yang baku. Yang lebih penting ialah bagaimana agar perbedaan itu tidaklah menjadi pertengkaran.

Jadi, kalau ada yang masih ngotot bertanya soal menang mana kalau style ini melawan style itu, jawab saja: Menang aliranmu!!!! Hehehe

Semoga bermanfaat

sumber : http://jalanpetarung.blogspot.com/2008/03/artikel-style-is-individual.html

Artikel: Belajar dari Bondan

Paling asyik memang menonton acara kuliner yang dibawakan Bondan Winarno. Cara pak Bondan menggambarkan dengan merinci tekstur, bumbu, dan rasa suatu makanan membuat sepotong tempe bacem menjadi seolah-olah sepotong... Twempwe Bwachem! Weeenak Tenaaan... Mak Nyusss!!!

Beberapa waktu lalu saya nonton Pak Bondan ketika sedang di Italia. Dengan tingkat keahlian dan kedetailan yang sama tinggi, beliau mengupas habis beberapa menu kuliner italia.

Saya amat terkesan dengan apresiasi dan promosi kuliner yang dilakukan Pak Bondan. Beliau betul-betul menggali budaya kuliner berbagai pelosok negeri, bahkan manca negara.

Proses yang dilakukan Pak Bondan kelihatan sangat sederhana, toh ”cuma” soal makanan. Namun bila kita lihat lebih jauh lagi, sesungguhnya Pak Bondan telah jauh menggali ke dalam relung berbagai kebudayaan. Proses yang dilakukan Pak Bondan sesungguhnya merupakan sebuah kekuatan inspirasi dan imajinasi bagi kemanusiaan.

Pencinta seni bela diri bisa belajar banyak dari proses yang dilakukan Bondan Winarno dan juga akan memiliki kekuatan yang dahsyat untuk kebaikan kemanusiaan.

Satu hal yang pasti akan kita perangi bersama ialah kebencian dan kejahatan kemanusiaan.

Kalau kita mencintai dan menghargai suatu produk atau ekspresi kebudayaan masyarakat tertentu, mungkinkah kita membenci masyarakat itu?

Berbagai aspek promosi dan apresiasi berbagai kebudayaan ini harus terus digiatkan agar kebencian terus terperangi. Kelompok masyarakat akan saling kenal satu sama lain sehingga perlahan membasmi diskriminasi ras, peminggiran ekonomi etc

Kalau kita bisa menghayati seni bela diri secara utuh sebagaimana Bondan Winarno menikmati budaya kuliner, kita pasti terhindar dari sifat rasis, stereotyping, dan berbagai format kebencian lainnya.

Tak ada salahnya kalau sekali-kali sehabis latihan bela diri, apapun beladirinya, kita pejamkan mata sejenak sambil menggoyangkan lidah dan berucap... Mak Nyusss!!!... Weeenaak Tenaaan...!!!

semoga bermanfaat
sumber : http://jalanpetarung.blogspot.com/2007/12/belajar-dari-bondan.html

Artikel: Martial Artist as a Secret Identity?

"Sini dompet lo!" gertak si preman berbadan besar

"Saya nggak punya duit bang... maap bang saya buru-buru...permisi..." jawab si kerempeng berkacamata dengan nada tenang.

"Eh...enak aja lo!" bentak si preman sambil mencengkram kerah baju pemuda kerempeng dan menggoyang-goyangkan badan kurus itu sampai kacamatanya melorot.

...WUUUUUT......GUUBBRAAAAK!!!!

Badan si preman berputar di udara dan jatuh terbanting keras di atas punggungnya. Tidak ada yang pernah menyangka bahwa si pemuda kerempeng adalah seorang ahli beladiri.

Seru sekali membaca kisah seperti di atas itu. membaca kisah seperti itu hati kadang bergemuruh, hidung kembang-kempis, bahkan ada yg matanya berkaca-kaca. Siapa pula yang tak ingin jadi seperti si pemuda kerempeng? atau dalam variasi lainnya sering digambarkan sebagai anak kecil, kakek tua renta, nenek-nenek, perempuan kalem, cewek tomboy dll? Siapa yang menolak jadi jagoan tapi tidak sombong? Belum lagi kalau ditambahkan bumbu-bumbu percintaan dalam kisah seperti itu...wuiiihh...mak nyus!

Clark Kent Wannabe

Clark Kent adalah seorang superhero yang sering pura-pura kikuk untuk menyembunyikan identitas rahasianya sebagai superman. Sementara Clark Kent wannabe adalah orang-orang yang berusaha "terlihat" menyembunyikan identitasnya agar dianggap rendah hati seperti clark kent.

Jenis yang wannabe seringkali bisa ditemui di komunitas beladiri. Beberapa tipe yg pernah saya temui antara lain seseorang yang mati-matian menyangkal pernah belajar beladiri tapi selalu komentar ataupun minta ditanya opininya tentang teknik-teknik beladiri. Ada juga yang datang ke tempat latihan mengaku newbie tapi ketika sparring mendadak seperti kesurupan ken shamrock. Banyak sekali orang yang berusaha terlihat rendah hati (pada beberapa kasus ekstrim bahkan terlihat rendah diri) dan di saat yg sama berusaha keras mencari momen untuk menunjukkan siapa dirinya dan betapa ia lebih hebat dari kelihatannya.

Martial Artist is NOT Superman

Kita seringkali merasa hebat, padahal sebetulnya biasa saja. Kita seringkali terpaksa harus menutup-nutupi kalau kita belajar seni beladiri hanya karena khawatir dianggap menyombongkan diri.

Saya tentu tidak mendorong orang untuk pakai T-shirt bertuliskan "Saya Jago Beladiri". Tapi saya ingin membongkar fantasi "clark kent wannabe" yang banyak diidap oleh seniman beladiri. Saya ingin mendorong agar kita para seniman beladiri jangan berusaha "terlihat" rendah hati (padahal rendah diri), melainkan mulai berusaha mempraktekkan kerendahan hati yang sesungguhnya dengan bertingkah normal dan dengan tanpa menyombongkan diri berusaha memberi contoh bahwa dengan belajar seni beladiri kita sebagai manusia bisa bermanfaat bagi manusia lainnya.

It's a bird... No... it's a plane...No..It's Martial Artist!

semoga bermanfaat
sumber : http://jalanpetarung.blogspot.com/2007/05/artikel-martial-artist-as-secret.html

Label:

Apa Kabar Cinta ???

Mencintai dan dicintai adalah hal yang diinginkan oleh setiap orang. Cinta antara orang tua dan anaknya, suami dengan istri, kakak dengan adik atau antara sesama manusia. Tak jarang beberapa benda-benda kesayang pun tak luput dari cinta kita, seperti mobil, baju, hp, komputer,dll. Semuanya manusiawi.

Namun kita perlu waspada ketika cinta kita kepada anak, istri, suami, kakak, adik dan orang tua bahkan harta benda telah membuat kita jauh atau bahkan lupa kepada Sang pemilik Cinta yang hakiki.

Saat kita menikah, kita telah dianggap telah melaksanakan 1/2 dari agama. Artinya yang setengahnya lagi harus kita gapai bersama pasangan didalam mahligai rumah tangga.

Saat Bingung Memilih Pasangan


Dalam memilih pasangan hidup, baik bagi laki-laki maupun perempuan keduanya memiliki hak untuk memilih yang paling tepat sebagai pasangannya. Hal itu dikenal dalam Islam yang namanya ‘kufu’ ( layak dan serasi ), dan seorang wali nikah berhak memilihkan jodoh untuk putrinya seseorang yang sekufu, meski makna kufu paling umum dikalangan para ulama adalah seagama.

Namun makna-makna yang lain seperti kecocokan, juga merupakan makna yang tidak bisa dinafikan, dengan demikian PROSES MEMILIH ITU TERJADI PADA PIHAK LAKI-LAKI MAUPUN PEREMPUAN. Disisi lain bahwa memilih pasangan hidup dengan mempertimbangkan berbagai sisinya, asalkan pada pertimbangan-pertimbangan yang wajar serta Islami, merupakan keniscayaan hidup dan representasi kebebasan dari Allah yang Dia karuniakan kepada setiap manusia, termasuk dalam memilih suami atau istri. Aisyah Ra berkata, “Pernikahan hakikatnya adalah penghambaan, maka hendaknya dia melihat dimanakah kehormatannya akan diletakkan”

Tak Cukup Hanya Cinta


“Sendirian aja dhek Lia? Masnya mana?”, sebuah pertanyaan tiba-tiba mengejutkan aku yang sedang mencari-cari sandal sepulang kajian tafsir Qur’an di Mesjid komplek perumahanku sore ini. Rupanya Mbak Artha tetangga satu blok yang tinggal tidak jauh dari rumahku. Dia rajin datang ke majelis taklim di komplek ini bahkan beliaulah orang pertama yang aku kenal disini, Mbak Artha juga yang memperkenalkanku dengan majelis taklim khusus Ibu-ibu dikomplek ini. Hanya saja kesibukan kami masing-masing membuat kami jarang bertemu, hanya seminggu sekali saat ngaji seperti ini atau saat ada acara-acara di mesjid. Mungkin karena sama-sama perantau asal Jawa, kami jadi lebih cepat akrab.

“Kebetulan Mas Adi sedang dinas keluar kota mbak, Jadi Saya pergi sendiri”, jawabku sambil memakai sandal yang baru saja kutemukan diantara tumpukan sandal-sendal yang lain. “Seneng ya dhek bisa datang ke pengajian bareng suami, kadang mbak kepingin banget ditemenin Mas Bimo menghadiri majelis-majelis taklim”, raut muka Mbak Artha tampak sedikit berubah seperti orang yang kecewa. Dia mulai bersemangat bercerita, mungkin lebih tepatnya mengeluarkan uneg-uneg. Sebenarnya aku sedikit risih juga karena semua yang Mbak Artha ceritakan menyangkut kehidupan rumahtangganya bersama Mas Bimo. Tapi ndak papa aku dengerin aja, masak orang mau curhat kok dilarang, semoga saja aku bisa memetik pelajaran dari apa yang dituturkan Mbak Artha padaku. Aku dan Mas Adi kan menikah belum genap setahun, baru 10 bulan, jadi harus banyak belajar dari pengalaman pasangan lain yang sudah mengecap asam manis pernikahan termasuk Mbak Artha yang katanya sudah menikah dengan Mas Bimo hampir 6 tahun lamanya.

“Dhek Lia, ndak buru-buru kan? Ndak keberatan kalo kita ngobrol-ngobrol dulu”, tiba-tiba mbak Artha mengagetkanku. ” Nggak papa mbak, kebetulan saya juga lagi free nih, lagian kan kita dah lama nggak ngobrol-ngobrol”, jawabku sambil menuju salah satu bangku di halaman TPA yang masih satu komplek dengan Mesjid.

Dengan suara yang pelan namun tegas mbak Artha mulai bercerita. Tentang kehidupan rumah tangganya yang dilalui hampir 6 tahun bersama Mas Bimo yang smakin lama makin hambar dan kehilangan arah.

“Aku dan mas Bimo kenal sejak kuliah bahkan menjalani proses pacaran selama hampir 3 tahun sebelum memutuskan untuk menikah. Kami sama-sama berasal dari keluarga yang biasa-biasa saja dalam hal agama”, mbak Artha mulai bertutur. “Bahkan, boleh dibilang sangat longgar. Kami pun juga tidak termasuk mahasiswa yang agamis. Bahasa kerennya, kami adalah mahasiswa gaul, tapi cukup berprestasi. Walaupun demikian kami berusaha sebisa mungkin tidak meninggalkan sholat. Intinya ibadah-ibadah yang wajib pasti kami jalankan, ya mungkin sekedar gugur kewajiban saja. Mas Bimo orang yang sabar, pengertian, bisa ngemong dan yang penting dia begitu mencintaiku, Proses pacaran yang kami jalani mulai tidak sehat, banyak bisikan-bisikan syetan yang mengarah ke perbuatan zina. Nggak ada pilihan lain, aku dan mas Bimo harus segera menikah karena dorongan syahwat itu begitu besar. Berdasar inilah akhirnya aku menerima ajakan mas Bimo untuk menikah”.

“Mbak nggak minta petunjuk Alloh melalui shalat istikharah?”, tanyaku penasaran. “Itulah dhek, mungkin aku ini hamba yang sombong,untuk urusan besar seperti nikah ini aku sama sekali tidak melibatkan Alloh. Jadi kalo emang akhirnya menjadi seperti ini itu semua memang akibat perbuatanku sendiri”

“Pentingnya ilmu tentang pernikahan dan tujuan menikah menggapai sakinah dan mawaddah baru aku sadari setelah rajin mengikuti kajian-kajian guna meng upgrade diri. Sejujurnya aku akui, sama sekali tidak ada kreteria agama saat memilih mas Bimo dulu. Yang penting mas Bimo orang yang baik, udah mapan, sabar dan sangat mencintaiku. Soal agama, yang penting menjalankan sholat dan puasa itu sudah cukup. Toh nanti bisa dipelajari bersama-sama itu pikirku dulu. Lagian aku kan juga bukan akhwat dhek, aku Cuma wanita biasa, mana mungkin pasang target untuk mendapatkan ikhwan atau laki-laki yang pemahaman agamanya baik”, papar mbak Artha sambil tersenyum getir.

Label: